SEJARAH
PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH
Berdirinya
Muhammadiyah juga didasari oleh faktor pendidikan. Sutarmo, Mag dalam bukunya
Muhammadiyah, Gerakan Sosial, Keagamaan Modernis mengatakan bahwa Muhammadiyah
didirikan oleh KHA. Dahlan didasari oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan ajaran Islam itu
sendiri secara menyeluruh dan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada
di luar Islam. Maka pendidikan Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal
yang mendasari Muhammadiyah didirikan. Kita ketahui bahwa pada masa awal
berdirinya Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar sistem pendidikan. Dua sistem
pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan
tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan
Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok adalah
pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai
dengan menggunakan metode srogan (murid secara individual menghadap kyai satu
persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran,
kemudian menerjemahkan dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran
secara berkelompok dengan murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk
bersimpuh dan sang kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku
masing-masing atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam
pengajarannya. Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif,
membuat catatan tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kyai
adalah hal yang tabu. Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya
hafal dan membaca tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar. Kedua adalah
pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan
pelajaran agama tidak diberikan.
Bila dilihat
dari cara pengelolaan dan metode pengajaran dari kedua sistem pendidikan
tersebut, maka perbedaannya jauh sekali. Tipe pendidikan pertama menghasilkan
pelajar yang minder dan terisolasi dari kehidupan modern, akan tetapi taat
dalam menjalankan perintah agama, sedangkan tipe kedua menghasilkan para
pelajar yang dinamis dan kreatif serta penuh percaya diri, akan tetapi tidak
tahu tentang agama, bahkan berpandangan negatif terhadap agama.
Maka atas dasar dua sistem
pendidikan di atas KHA. Dahlan kemudian dalam mendirikan lembaga pendidikan
Muhammadiyah coba menggabungkan hal-hal yang positif dari dua sistem pendidikan
tersebut. KHA. Dahlan kemudian coba menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang
berkenaan secara ideologis dan praktis. Aspek ideologisnya yaitu mengacu kepada
tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu untuk membentuk manusia yang berakhlak
mulia, pengetahuan yang komprehensif, baik umum maupun agama, dan memiliki
kesadaran yang tinggi untuk bekerja membangun masyarakat (perkembangan filsafat
dalam pendidikan Muhmmadiyah, syhyan rasyidi). Sedangkan aspek praktisnya
adalah mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah mata pelajaran dan
kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. Maka inilah sejarah awal
berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang jika disimpulkan ihwal
berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk mencetak ulama atau pemikir
yang mengedepankan tajdid atau tanzih dalam setiap pemikiran dan gerakannya
bukan ulama atau pemikir yang say yes pada
kemapanan yang sudah ada (established) karena KHA. Dahlan dalam memadukan dua
sistem tersebut coba untuk menciptakan ulama/pelajar yang dinamis dan kreatif
serta penuh percaya diri dan taat dalam menjalankan perintah agama.
Meskipun tema pembaharuan pendidikan
Muhammadiyah memperoleh perhatian yang cukup serius dari para pengkaji sejarah
pendidikan Indonesia, namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang
menunjukkan bagaimana sebenarnya model filsafat pendidikan yang dikembangkan
oleh Muhammadiyah. Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan:
1. Pendekatan normatif yakni bertitik tolak dari sumber-sumber otoritatif Islam
(al-Qur’an dan Sunnah Nabi), terutama tema-tema pendidikan, kemudian
dieksplorasi sedemikian rupa sehingga terbangun satu sistem filsafat
pendidikan;
2. Pendekatan filosofis yang diberangkatkan dari mazhab-mazhab
pemikiran filsafat kemudian diturunkan ke dalam wilayah pendidikan;
3. Pendekatan formal dengan merujuk pada hasil-hasil keputusan resmi
persyarikatan;
4. Pendekatan historis-filisofis yaitu dengan cara melacak bagaimana konsep dan
praksis pendidikan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kunci dalam Muhammadiyah
lalu dianalisis dengan dengan pendekatan filosofis.
Corak pendekatan keempat yang
dipilih dalam tulisan ini, dengan menampilkan Kyai Dahlan, pendiri Muhammadiyah,
sebagai tokoh kuncinya. Benar bahwa dia belum merumuskan landasan filosofis
pendidikan tapi sebenarnya ia memiliki minat yang besar terhadap kajian
filsafat atau logika sehingga pada tingkat tertentu telah memberikan jalan
lempang untuk perumusan satu filsafat pendidikan. K.H Ahmad Dahlan (1868-1923)
adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan
cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan kyai musti lebih banyak merujuk pada
bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir Kyai
yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan
secara eksplisit konsen Kyai terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan
logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat
Kyai dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang
hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Pribadi Kyai Dahlan adalah pencari
kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar
sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka
lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan
ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu "model"
dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari
suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan
paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih
menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, Kyai Dahlan mengabdikan
diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada
gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya.
Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun
1901), ekspansi sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang
dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam
semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah
menjadi dua: pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang
hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan
pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini Kyai Dahlan “gelisah”, bekerja
keras sekuat tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua
sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas
Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai
“ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki
keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua
tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan
umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena
umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak
dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang
model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih
terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,
masalah teknik pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu
pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan
sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya
mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang
dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh
klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya
secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan
supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan
isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat
berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah,
yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un
sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh warga
Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga
tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi
pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari
Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan,
bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam
konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi
ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya,
sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik
adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di
dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok
pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang
terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah
Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model
pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak
terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Cita-cita
pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim
yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam
rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan
dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan
umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena
umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak
dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang
model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih
terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,
masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka
menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya
Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat
itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru
diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik
Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un
sebagaimana dipraktekkan Kyai Dahlan.
Anehnya,
yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan
cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima
inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya,
yang harus kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan
perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap
api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik
yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali
menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem
pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan,
sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya
madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan
ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah
sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
Satu dekade
terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga
Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK)
hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan
kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini
hampir di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul
Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang
dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ
pada umumnya ada dua tipe; sekolah model konvensional tetapi memiliki mutu
akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan metode
pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil
luas.
Apabila
Muhammadiyah benar-benar mau membangun sekolah/universitas unggul maka
harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis
pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-lembaga
pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya yang
strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya
sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini jelas sangat
membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini
kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri
musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus
ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model
pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berpikir
terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia-manusia yang unggul.
. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang
akan dimunculkan. Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah
berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logik, Muhammadiyah
berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip
filsafat yang diyakini dan dianutnya
Jika
menengok sekolah atau universitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi kurikulumnya
itu sama persis dengan sekolah atau universitas negeri ditambah materi al-Islam
dan kemuhammadiyahan. Kalau melihat materi yang begitu banyak, maka penambahan
itu malah semakin membebani anak, karenanya amat jarang lembaga pendidikan
melahirkan bibit-bibit unggul. Apakah tidak sudah waktunya untuk merumuskan
kembali Al-Islam dan kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi-materi
umum, atau paling tidak disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya,
evaluasi materi ibadah dan Al-Qur’an, serta bahasa dengan praktek langsung
tidak dengan sistem ujian tulis seperti sekarang ini.
Perhatian
dan komitmen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tidak pernah surut, hal ini
nampak dari keputusan-keputusan persyarikatan yang dengan konsisten dalam
setiap muktamar (sebagai forum tertinggi persyarikatan Muhammadiyah) senantiasa
ada agenda pembahasan dan penetapan program lima tahunan bidang pendidikan,
sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dalam lima belas tahun
terakhir (tiga kali muktamar) dapat dilihat bahwa Muhammadiyah senantiasa
memiliki agenda yang jelas berkenaan dengan program pendidikan, keputusan-keputusan
dalam muktamar sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut:
Rincian program bidang pendidikan keputusan Muktamar 43 Banda Aceh:
1. Peningkatan
kualitas Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah dilakukan dengan empat tema
pokok, yaitu pengembangan kualitas, pengembangan keunggulan, pengembangan
kekhasan program, dan pengembangan kelembagaan yang mandiri. Empat tema pokok
ini diimplementasikan dalam proses belajar mengajar agar secara terpadu
merupakan aktivitas alih pengetahuan, alih metode dan alih nilai.
2.
Menata kembali kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah Muhammadiyah pada semua
jenjang dan jenis sekolah Muhammadiyah yang meliputi pendidikan al-Islam
Kemuhammadiyahan dan sebagai kekhasan sekolah Muhammadiyah, spesifikasi
setiap wilayah sesuai kebutuhan dan kondisi setempat, pendidikan budaya dan
seni yang bernafas Islam.
3.
Menyusun peta Nasional Pendidikan Muhammadiyah yang memuat spesifikasi
tiap wilayah/daerah, agar didapatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat setempat.
4. Merespon
secara positif pengembangan “sekolah unggulan” dengan tetap mengembangkan
kekhasan pendidikan Muhammadiyah, terutama dalam pengembangan kurikulum dan
proses belajar mengajar, sehingga misi pendidikan Muhammadiyah tetap
terlaksana.
5.
Dalam pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), penyelenggaraan
pendidikan diorientasikan kepada peningkatan kompetensi lulusan yang elastis
dan antisipatif terhadap tuntutan dan kebutuhan masa depan, yang meliputi
kompetensi akademik, kompetensi profesional, kompetensi menghadapi perubahan,
kompetensi kecendekiaan dan kompetensi iman dan takwa.
6.
Mengarahkan program PTM untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan masa depan.
7.
Kaidah pendidikan dasar dan menengah serta kaidah PTM perlu
disempurnakan, sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat.
8. Koordinasi
dan pengawasan pelaksanaan kaidah pendidikan dasar dan menengah serta
perguruan tinggi perlu ditingkatkan.
9.
Meningkatkan dan memantapkan kerja sama antara Majelis Dikdasmen dan Majelis
Dikti.
10.Mengupayakan
beasiswa Muhammadiyah bagi para siswa dan atau mahasiswa yang berprestasi.
11.Melalui
amal usaha pendidikan meningkatkan kualitas kader-kader ulama yang tersebar di
seluruh pelosok Indonesia.
12.Mengembangkan
berbagai lembaga pendidikan khusus seperti pesantren dan madrasah
diniyah, taman pendidikan Al-Qur’an, serta taman kanak-kanak Al-Qur’an.
Penanganan pondok pesantren dan madrasah menjadi tanggung jawab dan wewenang
dari Majelis Dikdasmen.Rencana Strategis
Pendidikan Muhammadiyah Membangun kekuatan Muhammadiyah dalam bidang
pendidikan dan pengembangan sumber daya insani, ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek), dan eksplorasi aspek-aspek kehidupan yang bercirikan Islam, sehingga
mampu menjadi alternatif kemajuan dan keunggulan di tingkat nasional atau
regional.
Keputusan
setiap Muktamar berkenaan dengan program pendidikan bukan hanya sekedar daftar
keinginan, akan tetapi program-program tersebut merupakan bentuk komitmen
persyarikatan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, keputusan-keputusan muktamar berkenaan dengan bidang
pendidikan tersebut menggambarkan betapa Muhammadiyah menjadikan lembaga
pendidikan sebagai pilar yang strategis dalam mendukung tujuan Muhammadiyah.
Program-program tersebut juga mencerminkan dinamika pendidikan yang dikelola
oleh persyarikatan Muhammadiyah.
Rendi setiawan PR PM PESANTUNAN
Casinos in Slot Game Casinos in the Philippines
BalasHapusPlay Slot Games Online in Philippines! Play Online Casino Games 샌즈카지노 in the Philippines - Get Exclusive Bonuses and Free Spins! ✚ Top Slot 카지노사이트 Sites in 1xbet korean the Philippines!